BATAS dua daerah antara Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) dan Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia (RI) untuk penyelesaiannya.
Hal tersebut setelah dilaksanakannya, rapat penegasan batas daerah yang dipimpin oleh Direktur Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri yakni Pak Sugiarto SE M.Si, Bersama Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Sulawesi Utara yakni Dr. Denny Mangala M.Si, di Hotel Best Western Lagoon Manado, Kamis 14 Oktober 2021.
Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Dra Hj Yasti Soepredjo Mokoagow mengatakan, telah berkomitmen untuk menghormati dan memperjuangkan kesepakatan adat sebelumnya, baik di Tahun 2004 (Tapa’ Mosolag) dan 2008 (Puncak Toliomu).
“Kesepakatan adat tersebut, menjadi salah satu pertimbangan Hakim Mahkamah Agung (MA) dalam memutus permohonan Judicial Review kami, dan telah sangat jelas secara materil mengapa Permendagri 40/2016 dibatalkan karena mengesampingkan kesepakatan adat yang telah ada sebelum Undang-undang pemekaran,” kata Yasti.
“Secara umum, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, kami mengapresiasi langkah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) untuk menyelesaikan batas antara dua daerah,” sambungnya.
Asisten I Setda Bolmong Decker Rompas menambah, dalam pertemuan telah ada kesepakatan batas menyangkut 36 Titik koordinat, yang sebelumnya memang telah disepakati kedua daerah.
“Namun, kedua daerah tidak mendapatkan titik temu untuk 4 titik koordinat yakni garis batas antara PBU 30 s/d PBU-25 dimana Pemkab Bolsel masih mengacu terhadap UU 30/2008 (Tentang pembentukan Kabupaten Bolsel), sedangkan Pemkab Bolmong mengacu ke Putusan MA No. 75P/HUM/2018 dimana mengakomodir 2 kesepakatan Batas adat sebelumnya yaitu di Tahun 2004 (Tapa’ Mosolag) serta kesepakatan adat Tahun 2008 (Puncak Toliomu), maka untuk itu kedua daerah sepakat menyerahkan urusan ini ke Kemendagri untuk diambil keputusan atasnya,” jelas Rompas.
Selain itu jelasnya, Pemkab Bolmong juga telah mengajukan beberapa bukti tambahan untuk memperkuat argumentasi serta data-data menyangkut batas kedua daerah.
“Dalam UU 30/2008 dijelaskan bahwa mengenai batas daerah akan diatur kemudian dengan Permendagri. Dan Lampiran UU 30/2008 tersebut hanyalah peta indikatif yang tidak memiliki titik koordinat, sehingga bagi kami menjadikan UU 30/2008 sebagai dasar lemah secara hukum dan argumentasi,” ungkapnya.
“Dengan mempertimbangkan hal tersebut, kami meyakini Kemendagri akan memutuskan permasalahan ini secara arif, bijaksana dan tentu dengan mempedomani Ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Kami optimis, Permendagri baru yang akan terbit nanti, akan mengakomodir kesepakatan batas adat bagi kedua daerah,” tambah Decker Rompas.
Sementara itu, Direktur Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Sugiarto menyampaikan, kesepakatannya adalah mereka sepakat untuk diserahkan ke pemerintah pusat Kemendagri dalam hal ini untuk ditetapkan kembali dengan koreksi-koreksi yang ada di MA dengan mengacu pada UU yang ada.
“Nanti Pusat akan menindaklanjuti dengan merapatkan dengan Tim Penegasan Batas Daerah (TPBD) pusat. Aturannya di Permendagri 141 Tahun 2017 tentang penegasan batas daerah,” katanya.
Ia juga menyampaikan, target kementerian akan secepatnya menetapkan tapal batas. Namun, untuk diketahui ada 3II tapal batas Daerah di Indonesia yang sementara dikaji dan akan diselesaikan.
“Intinya akan diselesaikan secepatnya,” terang Sugiarto.
Advertorial