Penulis : RIZKI POSANGI
Mewujudkan Pemilu yang demokratis tentu bukan perkarayang sederhana, tidak saja seperangkat instrumen regulasiyang tepat agar dapat mendukung terselenggaranya pemiluyang demokratis, akan tetapi yang perlu diketahui, meskipunpemilu merupakan wujud nyata implementasi demokrasi, tidak selamanya pemilihan bersifat demokratis. Olehkarenanya, pemilu sebagai salah satu aspek demokrasi jugaharus diselenggarakan secara demokratis. Pemilu yang demokratis bukan hanya sekedar lambang, tetapi pemilu yang demokratis haruslah kompetitif, berkala, inklusif dandefinitif. Pemilu yang demokratis di sebuah negara harusmenjunjung tinggi hak setiap warga negara. Bagaimanamenjamin hak-hak warga negara? Dalam Undang-UndangNomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, WargaNegara Indonesia yang dimaksud adalah orang-orang/bangsaIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkandengan undang-undang sebagai warga negara. Pemerintahharus menjalankan kewenangannya yang diamantkan olehrakyat, tentunya warga negara harus menyerahkan dirinyauntuk berpartisipasi dalam urusan publik dalam hal ini secarasukarela memberi persetujuannya untuk diatur dengan caramembentuk sebuah pemerintahan melalui pemilihan umumsebab prinsip dasarnya demokrasi merupakan sistempemerintah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat dimanasetiap orang dapat mengambil bagian perihal keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan dalam bernegara.
Melihat sejarah Pemantau Pemilu dimulai pada tahun1997 oleh KIPP (Komite Independent Pemantau Pemilu) dimasa orde baru. Pasca Suharto tumbang semangat untukmensukseskan Pemilu sudah mulai dijalankan oleh lembaga-lembaga pemantau pemilu seperti JPPR, JAMPI, ANFREL dan FOREK. Lembaga-lembaga inilah yang bersemagatuntuk menjalankan pemilu yang jujur dan adil. Pada tahun2004 demokrasi sudah mulai stabil dengan terus memperbaikikualitas demokrasi tetapi masih ada kekhawatiran denganmanipulasi kepemiluan, namun lembaga-lembaga pemantausudah bergerak ke substansial demokrasi, sebab kelemahanadministrasi masih kurang dan memastikan akan lebih baikdari pemilu sebelumnya. Perbaikan demi perbaikan terusdilakukan singga masuk ditahun 2014 sudah lebih membaikkarena teknologi pemantau sudah ada, selain itu keterlibatanmasyarakat sudah mulai massif, walaupun support danakurang kepada lembaga-lembaga pemantau namun dukungandan support masyarakat sudah bermunculan. Bedahalnyadengan pengawasan pemilu, munculnya lembaga pengawaspemilu yaitu Panwaslak, ini muncul ditengah kekuatan rezimpenguasa ditahun 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyakpelanggaran dan manipulasi perhitungan suara yang dilakukan oleh para petugas Pemilu tahun 1977, protes-protes ini lantas direspon oleh pemerintah dan DPR, akhirnyamuncul gagasan untuk memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan kualitas pemilu tahun 1982. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan untuk menjadikanpemilu jujur dan adil hingga lahirlah Undang-undang nomor15 Tahun 2011 Tetang Penyelenggara Pemilu dimana BadanPengawas pemilu tingkat Provinsi dibentuk hingga dirubahlagi menjadi Undang-undang 7 Tahun 2017 TentangPemilihan Umum dimana juga Badan Pengawas PemiluKabupaten/Kota dibentuk. Bawaslu sebagai Pengawas Pemilusecara berjenjang melibatkan stakeholder dan masyarakatkemudian perangkat dukungannya sudah banyak, tetapi tidakberhenti sampai disini bawaslu harus terus berinovasi demidan untuk memperbaiki sistem demokrasi diindonesia.
Proses pembuatan undang-undang Pemilu oleh DPR danPemerintah selama ini cenderung tidak memperlakukansistem pemilihan umum secara komprehensif. Prosespenyelenggaraan Pemilu tidak disusun berdasarkan parameter Pemilu yang jelas. Satu-satunya tahap yang diatur denganprinsip yang jelas adalah pemungutan dan penghitungansuara di TPS. Prinsip yang mengatur proses pemungutan danpenghitungan suara di TPS tidak hanya enam asas Pemiluyang disebutkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yaitulangsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, tetapi jugadua asas tambahan, yaitu transparan dan akuntabel.
Undang-Undang Pemilu mengatur soal kampanye dandana kampanye Pemilu beserta larangan dan sanksinya. Akantetapi karena dirumuskan tidak berdasarkan parameter Pemiludemokratik yang jelas, maka tidak hanya ketentuan tentangkampanye dan dana kampanye banyak mengandungkekosongan hukum tetapi juga mekanisme penegakanketentuan tersebut. Lain halnya bila ketentuan kampanye dandana kampanye tersebut berdasarkan parameter yang jelas, seperti persaingan yang bebas dan adil antar peserta Pemiluuntuk meyakinkan pemilih agar memberikan suara kepadamereka, akan dapat disusun ketentuan, larangan, sanksi danmekanisme penegakan hukum yang tepat. Pada peraturanundang-undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umumtidak mengatur tentang batasan sumbangan dana kampanyedari partai politik dan caleg, batasan pengeluaran danakampanye dan obyek pelapor masih partai politik bukan daricalegnya. Ketidak batasan sumbangan dari partai politik dancaleg memberi jalan belakang bagi penyumbangperseorangan dan perusahaan memberikan sumbanganmelampaui batas yang telah ditentukan dan membuat calegberburu dana kampaye kemana saja. seharusnya ini diaturdalam perundang-undangan, selain sanksi pidana sanksiadministratif juga diberikan berupa larangan untuk mengikutipemilu berikutnya. Jika ini tidak dilakukan dampak prinsipakuntabilitas transparansi akan terus tercederai, padaujungnya praktek koruptif dalam pengelolaan pemerintahanterus berjalan dan kepercayaan publik pada politisi dan partaipolitik akan terus menurun. Pada kesimpulannya merubahanUndang-undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umumdengan memasukan sanksi administrasi berupa laranganuntuk mengikuti pemilu berikutnya, kemudian untuktransparasi dana kampanye, KPU membuat aplikasipenerimaan dana kampanye dan Bawaslu berhak mengaksesaplikasi
Pada tahapan pengadministrasian, Komisi PemilihanUmum agar mengedepankan kepentingan rakyat dalammenyusun tahapan, program dan jadwal penyelenggaraanpemilihan umum, persiapan mesti dilakukan lebih matang.Mengenai penyelenggara tingkat bawah (Adhoc) masihmenunjukan minimnya kualitas dan kinerja penyelenggarapemilu, proses perekrutan dinilai kurang transparan hal inimenyebabkan banyak kecurangan dalam pemilu, selain itupenyelenggara di tingkat bawah juga harus diperhatikan hakdan kesejahteraannya. Seluruh desain pemilu harusberorientasi pada pelaksanaan pemilu yang demokrasi.
Pada tahapan pelaksanaan pemilu pintu masuk yang paling rawan terjadi Sengketa Proses Pemilu adalah verifikasipartai politik, dengan itu penyelenggara pemilu harus lebihcermat dalam melakukan verifikasi partai politik, pendekatanstrategis dan mekanis harus dilakukan dengan baik dari aspeklegal, formal maupun strategis, pada dasarnya dilakukan darisegi system dan implementasi pelaksanaan verifikasi partaipolitik. Melakukan upaya-upaya konstruktif dengan terlibatsecara aktif dalam hal penyusunan peraturan KPU, pendaftaran Partai Politik, Verifikasi, dan penetapan partaipolitik peserta pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.
Tahapan akhir Pemilu : Sengketa hasil dan evaluasi danrekomendasi perbaikan pemilu. Perlu melakukan perbaikansystem keadilan pemilu yang mencakup politik hokum dalampenyusunan desain system penegakan hokum pemilu. System diarahkan pada mengoptimalkan koreksi administrasiterhadap akibat yang muncul dari tindakan pelanggaranhokum pemilu guna memulihkan hak-hak peserta pemilu danmasyarakat serta mengembalikan integritas proses dan hasilpemilu serta mengoptimalkan munculnya efek jera danmenciptakan system penegakan hokum yang sederhana, cepatdan biaya murah.
Bermasalahnya implementasi regulasi pemilu menunjukkankapasitas lembaga negara yang tidak maksimal dalammengurusi jaminan hak pilih masyarakat. Terlepas dari salahdan benar, semua isu pelanggaran yang beredar patut menjadievaluasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pemilu.Pertama, bagi KPU isu pelanggaran ini bisa dialihkan menjadimedium pembuktian profesionalitas penyelenggara pemilu.Artinya, KPU bisa mengkonter isu kecurangan ini lewatpembuktian kinerja, kalau perlu sekalian membuat laporanpenyelenggaraan ke hadapan publik. Dalam mengupayakanini, KPU bisa menggandeng lembaga lain terutama lembaganon-pemerintah yang peduli terhadap isu pelanggarandemokrasi dan pemilu untuk bersedia memberi evaluasi danmasukan.