BOLMONGRAYA.CO, KOTAMOBAGU – Kerajinan tangan masih tetap dicari pelanggan meski sudah banyak barang modern. Seperti usaha milik E. Dondo warga Kelurahan Upai, Kecamatan Kotamobagu Utara, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, tetap eksis dan produktif.
Tampah atau dalam bahasa daerah Bolaang Mongondow disebut ‘Digu’ ini, merupakan salah satu peralatan rumah tangga yang digunakan untuk menyaring beras dan bisa juga dijadikan wadah untuk menata makanan yang terbuat dari bahan dasar bambu dan rotan.
Seiring perkembangan zaman saat ini, banyak pengrajin anyaman Tampah mulai memilih untuk beralih ke usaha lain. Namun tidak bagi wanita paruh baya ini, dengan keahlian menganyam ia pun hingga saat ini masih menjaga kelestarian produk tradisional tersebut.
“Pembuatan anyaman ini sudah ada sejak Tahun 1979, dari kakek kami, Almarhum M Bambuena, dan dilanjutkan oleh saya istrinya serta anak-anak kami,” ungkapnya.
Lanjutnya, dalam sebulan ia mampu memproduksi sekira ratusan buah tampah. “Satu hari bisa 10 buah tampah yang saya selesaikan sendiri, belum juga dibantu anak saya, bisa sampai 20 buah, dan dalam perbulan bisa capai 100 buah tampah bahkan lebih, dan Alhamdulilah langsung habis saat dijual ke pasar 23 Maret dan pasar serasi,” tuturnya.
Untuk harga bervariasi, mulai dari 35 ribu sampai 50 ribu. “Ukuran sedang itu 35 ribu dan besar 50 ribu,” tambahnya.
Bahan baku untuk anyaman diambil dari kebun, sedangkan rotan harus dibeli. “Bambu kita ambil dari kebun, karena kita sudah menanam banyak bambu, rotannya dibeli ke tempat langganan kami. Ba’ai Vivi berharap anak-anak dan cucu-cucunya untuk tetap menjaga kelestarian anyaman tradisional ini,” pungkasnya.
*/Red