BOLMONGRAYA.CO, BUTON TENGAH — Sabtu pagi, 31 Juni 2025, suasana di halaman rumah H. Halimin di Kelurahan Tolandona, Kecamatan Sangia Wambulu, tampak hidup meski langit sedikit mendung dan gerimis menyapa.
Ratusan warga berdatangan dari berbagai penjuru — dari lorong-lorong sempit Tolandona hingga jalan berbatu dari arah Desa Matanaeo. Mereka datang dengan satu tujuan: menghadiri agenda reses anggota DPRD Buton Tengah, H. Halimin.
Tak kurang dari 300 konstituen hadir dan menuliskan nama mereka di daftar hadir. Angka itu melampaui ekspektasi awal. “Alhamdulillah, ini melebihi target,” ujar H. Halimin dengan senyum lebar dan mata berbinar, mengungkapkan rasa syukurnya atas antusiasme masyarakat.
Reses masa sidang kedua tahun 2025 ini menjadi lebih dari sekadar forum formal. Bagi konstituen H. Halimin, ini adalah ruang yang ditunggu-tunggu untuk menyuarakan keresahan yang selama ini tak terdengar. Sementara bagi H. Halimin, politisi dari Partai Kebangkitan Nasional (PKN), reses adalah panggung nyata untuk menyerap langsung kebutuhan rakyat dari daerah pemilihannya.
Satu per satu warga menyampaikan persoalan yang mereka hadapi. Mulai dari keluhan air bersih yang hanya mengalir beberapa hari dalam sepekan, jalan lingkungan antar lorong yang rusak, hingga bangku sekolah yang sudah rapuh dimakan usia. Sejumlah warga juga meminta bantuan jaring untuk nelayan, modal usaha bagi pedagang kaki lima, dan pembangunan sumur bor di lingkungan mereka.
Semua aspirasi itu dicatat dengan teliti oleh tim pendamping reses. H. Halimin sendiri sesekali mencatat, mengangguk, dan memberikan respon singkat saat warga berbicara.
“Saya datang bukan hanya untuk mendengar, tapi memastikan bahwa suara ini akan dibawa ke meja rapat DPRD. Itu komitmen saya,” tegasnya di hadapan konstituen yang menyambutnya dengan tepuk tangan hangat.
Kehadiran dua tokoh pemerintahan lokal menambah bobot reses siang itu. Lurah Tolandona, Widyawati Anwar, mengangkat masalah air bersih yang hanya bisa dinikmati warga Lingkungan Dolango sebanyak dua kali dalam seminggu.
“Harapan kami, melalui reses ini, Pak Haji bisa bantu wujudkan pembuatan sumur bor. Itu sangat dibutuhkan warga kami,” ujarnya dengan nada penuh harap.
Senada dengan itu, Kepala Desa Tolandona Matanaeo, Muspa Doming, menyampaikan kekhawatirannya terhadap banyaknya aspirasi warga yang selama ini tidak terealisasi.
“Terus terang, selama ini banyak aspirasi yang tidak terwujud. Insya Allah, kami berharap Pak Haji bisa memperjuangkannya di DPRD,” tuturnya.
Bagi H. Halimin, suara-suara ini adalah pengingat sekaligus penguat semangat pengabdian. Ia menyebut reses sebagai “titik temu antara harapan rakyat dan tanggung jawab wakilnya.” Dalam pandangannya, pembangunan musti dimulai dari ruang dengar terbuka — dari halaman rumah, lorong sempit, dan kursi plastik tempat warga menyampaikan kegelisahannya.
“Saya besar dari tanah ini. Saya tahu benar di mana denyut nadi kehidupan masyarakat berada. Maka selama saya diberi amanah, saya akan terus kembali — untuk mendengar, menyerap, dan memperjuangkan,” pungkasnya.
Menjelang penutupan, Wa Ode Nurhayati, seorang warga yang mewakili suara perempuan, mengapresiasi pelaksanaan reses yang digelar secara terbuka. Baginya, ini bukan sekadar forum politik, tapi ruang dialog yang sesungguhnya.
“Kami sangat senang. Kalau Pak Haji ini orangnya bijaksana, sosialnya tinggi, dan dermawan. Lihat saja masyarakat yang hadir hari ini, saya yakin simpatisannya akan makin bertambah,” tutupnya dengan senyum bangga.
Reporter: Sadly