BOLMONGRAYA.CO, BUTON TENGAH – Kemarahan masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Buton Tengah mencapai puncaknya dalam aksi demonstrasi besar-besaran yang berlangsung di Kantor Bawaslu hari ini, Selasa, (03/12/2024).
Massa aksi dari Aliansi Masyarakat Buteng Menggugat tidak segan-segan melabeli kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut sebagai “pecundang demokrasi” karena dianggap gagal menjaga integritas demokrasi di Buton Tengah.
Demonstrasi bermula dari ketidakpuasan masyarakat terhadap sikap pasif Bawaslu yang hingga kini belum mengeluarkan rekomendasi untuk pemungutan suara ulang (PSU) di Kecamatan Gu, Lakudo, dan Sangia Wambulu.
Laporan terkait dugaan kecurangan dalam proses pemilu di tiga wilayah itu telah dilayangkan sejak tiga hari lalu, namun tak ada langkah konkret yang diambil.
“Kami muak dengan ketidakadilan ini. Bawaslu dan KPUD seharusnya menjadi penjaga demokrasi, bukan justru menjadi alat untuk melanggengkan kecurangan!” ujar salah seorang orator, Maulana, dengan lantang di tengah aksi.
Massa yang berjumlah ratusan tidak hanya mengecam Bawaslu, tetapi juga menyebut KPUD Buton Tengah sebagai pihak yang sama-sama bertanggung jawab atas krisis ini.
Mereka menuduh KPUD berkolusi dengan pihak tertentu untuk mengaburkan fakta kecurangan dan mengabaikan suara rakyat.
“Kami tidak butuh lembaga yang hanya pandai berbicara soal netralitas, tapi nyatanya berkhianat di belakang layar. KPUD dan Bawaslu adalah wajah baru para pecundang di Buton Tengah!” seru salah satu demonstran, Dimas, yang mengundang sorakan dukungan dari massa lainnya.
Aksi yang berlangsung panas ini diwarnai dengan pembakaran ban, penghancuran pagar kantor, dan upaya massa menerobos masuk ke dalam gedung untuk mencari Ketua Bawaslu, Helius Udaya. Hingga kini, keberadaan Helius masih belum diketahui, memicu kecurigaan bahwa ia sengaja menghindar dari tanggung jawab.
Tuduhan terhadap KPUD juga tak kalah serius. Demonstran mendesak agar seluruh anggota KPUD Buton Tengah segera diperiksa atas dugaan pelanggaran etik. Mereka menuding lembaga tersebut sebagai biang keladi konflik politik yang memanas di daerah ini.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Jika KPUD dan Bawaslu terus bersikap pengecut, jangan salahkan kami jika situasi ini semakin tidak terkendali!” ancam salah seorang koordinator aksi, Acang.
Situasi di sekitar Kantor Bawaslu masih tegang, meski aparat keamanan telah berupaya menenangkan massa. Namun, ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu jelas belum mereda.
Buton Tengah kini berada di ambang krisis kepercayaan publik yang serius. KPUD dan Bawaslu menghadapi tekanan luar biasa untuk segera memberikan penjelasan dan mengambil tindakan konkret, atau mereka berisiko kehilangan legitimasi di mata masyarakat. Masyarakat Buton Tengah hanya menginginkan satu hal: demokrasi yang adil, jujur, dan bersih.
Reporter: Sadly