BOLMONGRAYA.CO, BOLTIM – Sikap Pejabat Sementara (Pjs), sangadi desa Inaton yang diduga melarang aktivitas keagamaan yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat di Masjid Miftahul jannah bakal pengaruhi pilihan politik untuk Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang tidak lama lagi tahapan pelaksanaannya akan digelar.
Debby Sintia Dewi Pjs Sangadi desa Inaton oleh masyarakat diduga tendensius, eksesif dan semena-mena menggunakan otoritasnya menghentikan pelaksanaan amaliah, pengajian, sholawatan, dzikir, dan giat keagamaan lain kecuali sholat, padahal jauh sebelum dirinya dilantik, rutinitas perayaan hari besar Islam dan kegiatan edukatif lainnya adalah upaya mendidik dan menghidupkan nuansa islamiyah di desa Inaton.
Tak hanya itu, sikap Pjs sangadi ternyata mengundang masyarakat menentukan pilihan politik pada Pemilu dan Pilkada tahun 2024. Sebab, masyarakat menduga jabatan Pjs Sangadi adalah upaya perpanjangan kekuasaan Bupati kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) untuk keberlangsungan pembangunan dan menentukan kebijakan.
Hal ini sebagaimana disampaikan Hariyadi Pomuri, ketua remaja masjid desa Inaton saat diwawancarai. Dia menuturkan, tidak elegan ketika urusan agama dikaitkan dengan politik, agar upaya dan proyeksi pembangunan desa semakin terarah.
“Kami kecewa atas sikap sangadi selaku yang dilantik oleh Bupati dalam menyikapi kegiatan keagamaan, apalagi dinilai oleh masyarakat telah bersikap berlebihan, yang diduga melarang aktivitas edukatif yang kami laksanakan, padahal tujuan yang kami laksanakan tidak lain adalah untuk menumbuhkan suburkan nilai nilai keislaman, ketauhidan, dan memupuk tata krama kaum muda di desa”, tuturnya jumat 13/10/2023.
Selaras diutarakan para ibu Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) desa Inaton di halaman masjid miftahul jannah saat melaksanakan pengajian. Menurut mereka, Pjs Sangadi merupakan bagian dari keputusan Bupati karena kehadiran Pjs Sangadi di desa Inaton lahir dari tangan Bupati.
“Berharapnya Bupati Boltim bertanggung jawab atas kejadian di desa Inaton”, ungkap para BKMT dengan lantang.
Terpisah, Revo Mamonto mantan ketua Remaja Masjid yang juga merupakan bendahara Majelis Wilayah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Modayag Barat (Mobar) menggambarkan dugaan pelarangan kegiatan rutin dzikir dan perayaan hari besar islam di Masjid Miftahul Jannah desa Inaton.
“Saya dan sejumlah sahabat pemuda lainnya di undang oleh sangadi untuk membahas aktivitas keagamaan yang rutin kami laksanakan, kemudian dalam pembahasan, sangadi menuturkan bahwa hanya karena dirinya tak disuguhkan undangan sehingga dirinya merasa dilecehkan, bahkan atas nama pemerintah katanya, mengambil keputusan untuk mengambil alih segala hal yang akan dilaksanakan di masjid kecuali shalat wajib”, ungkapnya.
Revo menjelaskan, kegiatan yang mereka laksanakan adalah bentuk amaliah Nahdliyah yang bekerjasama dengan pemuda dan remaja masjid desa Inaton serta didukung oleh masyarakat desa Inaton.
“Telah jauh sebelum dilantiknya sangadi, kami dan masyarakat sering melakukan giat ini, termasuk bekerjasama dengan Ormas keislaman agar pemahaman keagamaan masyarakat lebih terstruktur dan terarah, maka kami pun berharap sangadi selaku Pjs yang dilantik oleh Bupati dan dimandatkan untuk membimbing kami mempertimbangkan sikapnya agar tidak terlihat arogan dan otoriter”, tutupnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media pemberitaan, kejadian dugaan pelarangan berkegiatan keagamaan di desa Inaton mempengaruhi pilihan politik masyarakat untuk Pemilu dan Pilkada 2024 yang diketahui bakal melibatkan Bupati dan keluarga sebagai peserta.
Sementara itu, Pjs sangadi saat dikonfirmasi media ini tidak berada di tempat, sebab pintu rumah kediamannya di kunci. (*)
Sumber: Totabuan.news