BOLMONGRAYA.CO, BOLMONG – Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) mengikuti rapat analisa dan evaluasi perkembangan batas wilayah tahap ke tujuh.
Rapat secara virtual tersebut dipimpin oleh Direktur Toponimi dan Batas Daerah Dirjen Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Sugiarto, SE. M.Si, Jumat 02 Juli 2021.
Menurut Asisten I Pemkab Bolmong Deker Rompas, penyelesaian tapal batas wilayah masih tetap berpegang pada hasil putusan Mahkamah Agung (MA).
“Soal tapal batas Kabupaten Bolmong dan Kabupaten Bolsel, kami taat hukum dan tetap berpegang pada putusan MA Nomor 75 P/HUM/2018,” katanya.
Lanjut Decker mengatakan, pada judicial review yang diajukan Pemkab Bolmong hingga dikabulkan, dijelaskan bahwa Permendagri nomor 40 Tahun 2016 sama sekali tidak mengadopsi kesepakatan adat tahun 2004 dan tahun 2008. Pasal 2 Permendagri 40 Tahun 2016 secara eksplisit memunculkan titik titik koordinat baru yang memotong wilayah kesepakatan awal yang jumlahnya terdapat 4 titik yaitu kode TK 4, TK 5, TK 6 dan TK 7.
Baca Juga :
“Akibatnya, sebagian besar wilayah yang sebelumnya adalah wilayah Bolmong ditarik jauh dan masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Bolsel.” Jelasnya.
Deker juga menambahkan, selain tidak mengadopsi kesepakatan adat yang telah ada sebelumnya, penentuan titik titik koordinat baru yang diatur dalam Pasal 2 Permendagri 40 Tahun 2016, juga tidak didasarkan pada data penelitian faktual di lapangan.
“Semestinya titik-titik batas yang baru tersebut harus ada dasar penelitian survey/pengecekan lapangan. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum bagi hak-hak Pemkab Bolmong,” ungkapnya.
Di Pasal 1 ayat 5 Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 menyatakan, titik koordinat Kartometrik yang selanjutnya disingkat TK adalah koordinat hasil pengukuran posisi titik dengan menggunakan peta dasar. Sedangkan dalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 dalam penjelasannya menyatakan, jika batasnya adalah pertemuan lebih dari dua batas daerah, maka dilakukan pengukuran titik koordinat batas pada pertemuan batas (titik simpul) secara kartometrik.
Hal ini menunjukan bahwa titik TK dalam Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 ada permasalahan, karena sejatinya hanya TK 1 lah yang merupakan pertemuan lebih dari dua daerah sebagai titik simpul yaitu pertemuan batas Kabupaten Bolmong, Kabupaten Bolsel dan Kabupaten Bolmut. Sedangkan 6 TK yang lain hanya merupakan pertemuan antara dua daerah yaitu Kabupaten Bolmong dan Kabupaten Bolsel. Akibat terbitnya Permendagri 40 Tahun 2016, Pemkab Bolmong harus menghadapi persoalan faktual yang telah terjadi di lapangan antara lain hilangnya aset daerah berupa wilayah yang berpotensi tinggi mengandung sumber daya alam. Kehilangan aset daerah ini akan mempengaruhi pemasukan daerah yang berpengaruh langsung kepada kesejahteraan warga Bolmong.
“Yang pasti, poin-poin yang diajukan oleh Pemerintah Bolaang Mongondow, dalam judicial review itu bukan hanya sekedar mengajukan titik-titik mana yang bermasalah, tetapi juga kami sudah mengajukan dalam dokumen itu, titik-titik mana yang menjadi kesepakatan awal ketika akan ditetapkan batas daerah ini, titik seharusnya. Ada 9 TK, yang jelas-jelas sudah dimuat dalam dokumen permohonan judicial review yang pada akhirnya Pemkab Bolmong menang atau diterima oleh Mahkamah Agung (MA),” ungkap Decker.
“Oleh karena itu tentunya di kesempatan ini, pemerintah kabupaten Bolaang Mongondow taat hukum, semua pihak taat hukum, putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung adalah harga mati untuk kami untuk dipatuhi oleh Kemendagri,” pungkasnya.
Yadi Bango