MANADO– Kesekian kalinya organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan Garda NKRI Sulawesi Utara (Sulut) menggelar diskusi. Jumat (22/3) malam Ormas tersebut mengangkat tajuk “Malam Bakudapa Tokoh Adat Sulawesi Utara, Pesan Damai Dari Utara Sulawesi Mencegah Konflik Sosial”. Kegiatan ini dihadiri puluhan perwakilan ormas adat serta tokoh adat se Sulut.
Ketua Lesbumi Sulut Taufik Bilfaqih mengatakan, isu Suku, Agama dan Ras (SARA) masih menjadi trend dalam pergulatan sosial politik di Indonesia saat ini. Menurutnya, isu ini masih terus digunakan oleh kelompok-kelompok fundamentalis yang terus berkembang di bangsa ini. Sehingga itu, perlu kesadaran segenap elemen bangsa bahwa ancaman dan bahaya paham radikalisme harus dan wajib menjadi musuh bersama.
“Sesuai data yang kita kantongi di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terdapat 7 persen potensi konflik SARA menjelang pemilu. Cara-cara tak elok dan merusak tatanan negara ini sedang diupayakan oleh segelentir orang untuk merong-rong kedamaian dan kenyamanan jalannya tahapan pemilu 2019 kali ini. Untuk itu, kami di Bawaslu sendiri sudah melakukan upaya pencegahan dini melalui sosialisasi kepada masyarakat,”tegas Komisioner Bawaslu itu.
Sementara itu pembicara lainnya Sekum BMI Manadi Yonfri Wanua menuturkan, pihaknya selalu organisasi adat di Sulut memiliki nilai-nilai dan dasar perjuangan untuk tetap mengawal dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kata dia, tak hanya itu terlebih untuk kerukunan bagi masyarakat umat beragama di Sulut.
“Konflik bisa muncul dalam ranah positif maupun negatife. Bukan berarti hal-hal yang baik tidak dapat memicu terjadinya konflik. Semua itu tergantung dari cara berfikir masyarakat. Paradigma yang baik tentunya akan membawa ke arah jalan hidup yang baik. Pada intinya marilah kita tetap menjaga dan merawat kebhinekaan yang telah terbangun sejak dulu kala ini. Hubungan Silaturahmi dialog antar agama adalah sarana untuk mencegah konflik dan bagaimana meminimalisir Konflik di Sulawesi Utara serta pemetaan konflik secara dialogis,”terangnya.
Berbeda dengan Akademisi Unsrat Dr. Machael Mamentu, MA mengungkapkan, energi etnosentrisme yang masuk membuat efek konflik. Kata dosen Fisip itu, perbedaan pendapat adalah sesuatu yang menusiawi. Pada dasarnya kesepakatan adalah hasil kompromi dari perbedaan. Konflik itu akibat bukan sebab. Harus dipetakan mulai dari teori konflik, penyebab, dampak, Isu dan gejala.
“Sumber Konflik menurut saya yaitu ketidakseimbangan sosial ekonomi, politik dan budaya. Transformasi kekuasaan yang tidak normal. Keterlambatan dalam menata wujud demokrasi. Kekuatan Sulut adalah nilai-nilai lokal, kualitas sosial dan ekonomi dari nilai-nilai kesetaraan, memiliki bagian lahan di tanah sendiri, total penduduk masih cukup, dan level edukasi yang masih baik,”tandas Mamentu.(ctr20)